Senin, 14 April 2014

Aplikasi IQ, EQ dan SQ dalam PAI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari kita tidak dapat lepas dari interaksi sosial, oleh karena itu kita harus dapat menyikapi hal tersebut dengan tindakan-tindakan positif. Manusia sebagai peserta didik sudah seharusnya ditempatkan sebagai suatu pribadi yang utuh, yakni manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan sosial yang memiliki tingkat IQ, EQ dan SQ yang berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Serta sebagai makhluk Tuhan yang harus menempatkan hidupnya di dunia sebagai persiapan kehidupan akherat, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Pendidikan yang berhubungan dengan tingkat IQ, EQ, dan SQ seseorang adalah suatu upaya dalam membentuk suatu lingkungan untuk seseorang yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawa perubahan yang diinginkan ke arah yang lebih baik dalam kebiasaan dan sikapnya.
Perlu diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Berhubungan dengan orang lain tetap membutuhkan otak dan keyakinan sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan perasaan. Seperti kata Thomas Jefferson atau Anthony Robbins, meskipun keputusan yang dibuat harus berdasarkan pengetahuan dan keyakinan sekuat batu karang, tetapi dalam pelaksanaannya, perlu dijalankan se-fleksibel orang berenang.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian IQ, EQ, dan SQ?
2.      Bagaimana hubungan IQ, EQ, dan SQ dalam PAI?
3.      Bagaimana aplikasi IQ, EQ, dan SQ dalam PAI?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian IQ, EQ, dan SQ?
2.      Untuk mengetahui hubungan IQ, EQ, dan SQ dalam PAI?
3.      Untuk mengetahui bagaimana aplikasi IQ, EQ, dan SQ dalam PAI?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian IQ, EQ, dan SQ
1.      Pengertian IQ
IQ (Intelligence Quotient) adalah kemampuan atau kecerdasan yang didapat dari hasil pengerjaan soal-soal atau kemampuan untuk memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal akademik seseorang.
Banyak orang berpandangan bahwa IQ merupakan pokok dari sebuah kecerdasan seseorang sehingga IQ dianggap menjadi tolak ukur keberhasilan dan prestasi hidup seseorang. Padahal IQ hanyalah satu “kemampuan dasar”. Kemampuan ini umumnya terbatas pada keterampilan standar dalam melakukan suatu kegiatan dan tingkatnya relatif tetap. IQ (Intellegence Quotient) / kecerdasan otak masih berorientasi pada kebendaan. Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20.
2.      Pengertian EQ
EQ (Emotional Quotient) / kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk mengelola emosi atau perasaan.
Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. EQ masih berorientasi pada kebendaan. Tingkat EQ dapat meningkat sepanjang kita masih hidup. Kecerdasan Emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi. Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan.
3.      Pengertian SQ
SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi terkapling-kapling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Mengenalkan SQ Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara utuh. Dalam Islam, orang yang cerdas adalah orang yang mampu menundukkan pandangan hawa nafsunya. Hal ini merupakan Sabda Rasulullah saw, seorang pendidik yang luar biasa cerdasnya yang diriwayatkan oleh Tarmidzi.

B.     Hubungan IQ, EQ, dan SQ
Menurut Stephen R. Covey, IQ adalah kecerdasan manusia yang berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk menganalisis, berfikir, menentukan kausalitas, berfikir abstak, bahasa, visualisasi, dan memahami sesuatu. IQ adalah alat kita untuk melakukan sesuatu letaknya di otak bagian korteks manusia. Kemampuan ini pada awalnya dipandang sebagai penentu keberhasilan sesorang. Namun pada perkembangan terakhir IQ tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam menentukan keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma tentang keberhasilan, dan juga pemusatan pada konsep ini sebagai satu satunya penentu keberhasilan individu dirasa kurang memuaskan karena banyak kegagalan yang dialami oleh individu yang ber IQ tinggi.
Ketidak puasan terhadap konsepsi IQ sebagai konsep pusat dari kecerdasan seseorang telah melahirkan konsepsi yang memerlukan riset yang panjang serta mendalam. Daniel Goleman mengeluarkan konsepsi EQ sebagai jawaban atas ketidak puasan manusia jika dirinya hanya dipandang dalam struktur mentalitas saja. Konsep EQ memberikan ruang terhadap dimensi lain dalam diri manusia yang unik yaitu emosional. Disamping itu Goleman mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut dalam Danah Zohar dan Ian Marshal.
Komponen utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri, motivasi pribadi, pengaturan diri, empati dan keahlian sosial. Letak dari kecerdasan emosional ini adalah pada sistem limbik. EQ lebih pada rasa, Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, karena IQ menentukan sukses hanya 20 persen dan EQ 80 persen.
Kecerdasan spiritual mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain. Individu yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi, mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang ia peroleh, dari sana ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah tenang (EQ) akan memberi sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi para simpatis. Bila ia telah tenang karena aliran darah telah teratur maka individu akan dapat berfikir secara optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat dalam mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati dan potensi kamanusiaan tidak cukup hanya dengan IQ dan EQ, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing kecerdasan lain. Karena itu sesuai dengan pendapat Covey diatas bahwa “SQ merupakan kunci utama kesadaran dan dapat membimbing kecerdasan lainnya”.
Dengan kata lain, SQ adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).

C.    Aplikasi IQ, EQ, dan SQ dalam PAI
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali dijumpai orang yang sebenarnya memiliki kemampuan intelektual luar biasa namun gagal karena rendahnya kecerdasan emosi yang dimiliki. Sebaliknya, sering juga dijumpai orang yang memiliki kemampuan intelektual biasa saja namun ternyata sukses dalam pekerjaan ataupun dalam hubungan masyarakat. Dua keadaan tersebut tampaknya perlu dijadikan bahan renungan tentang cara kita “membaca” kecerdasan. Hal ini menjadi penting karena selama ini sistem pendidikan yang ada terlalu menekankan pentingnya nilai akademik, kecerdasan otak (IQ) saja. Indikatornya adalah dalam mekanisme pelaksanaan ujian, baik nasional maupun institusional, tolok ukurnya adalah penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang bersifat remembering dan recalling.
Jelas ini sangat ironis karena pada dasarnya salah satu kelemahan pendidikan terletak pada aspek afektif. Banyaknya kasus negatif dalam bidang afektif yang mewarnai dunia pendidikan seperti pelecehan seksual yang dilakukan oknum guru terhadap murid, murid laki-laki terhadap murid perempuan, tawuran pelajar, penyontekan, menurunnya rasa hormat murid terhadap guru, narkoba, dan lain sebagainya merupakan deretan panjang pelanggaran dalam bidang afekif.
Kondisi yang demikian ini mengindikasikan bahwa pendidikan telah terjangkit penyakit klinis yang kronis. Oleh karena itu perlu ada upaya praktis dari seluruh stakeholders dengan merubah paradigma pendidikan yang intelektual sentris (kognitif) menuju paradigma pendidikan yang mampu menyeimbangkan dan menyelaraskan dimensi intelektual (kognitif), dimensi emosional (afektif) dan juga dimensi spiritual. Keseimbangan ketiga dimensi tersebut diperlukan mengingat dalam mengarungi kehidupan, seseorang tidak hanya cukup dengan bekal cerdas secara intelektual, namun lemah dalam pengendalian emosi serta hampa dalam urusan spiritual. Hal ini dikarenakan dalam berhubungan dengan manusia, tidak hanya dibutuhkan orang yang cerdas secara IQ, tetapi juga dibutuhkan orang yang cerdas secara emosi. Selain itu, kesuksesan seseorang dalam kehidupan juga tidak hanya ditentukan oleh seberapa tinggi IQ yang dimiliki, tetapi EQ juga sangat berperan dalam segala sendi kehidupan. IQ hanya menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, sedangkan 80% sisanya diisi oleh kekuatan-kekuatan lain, termasuk kecerdasan emosi.
Contoh sederhana tentang IQ, EQ, dan SQ adalah sebagai berikut: seorang siswa yang belajar dengan niat supaya menjadi pintar, adalah motifasi intelektual yang bersumber dari IQ. Namun jika siswa itu kemudian melanjutkan: setelah menjadi pintar, ia akan menggunakan kepintarannya untuk menolong sesama manusia, ini adalah motifasi emosional yang bersumber dari EQ. Sedangkan jika masih melanjutkan: karena belajar dan bermanfaat bagi manusia adalah wujud pengabdiannya kepada Alloh, maka inilah motifasi spiritual yang bersumber dari SQ. Inilah esensi tertinggi dalam hidup. Bahwa semua kebaikan yang kita lakukan harus di niatkan hanya untuk mencari ridho Alloh, supaya amalan-amalan itu tidak hanya bermanfaat di dunia kita namun juga di akhirat kita. jika IQ dan EQ hanya menjawab pertanyaan tentang apa yang di fikirkan dan apa yang dirasakan, maka SQ ini menjawab pertanyaan yang jauh lebih dalam lagi, yaitu “siapakah aku? Apa tujuan hidupku?”
Konteks permasalahan di sini adalah bagaimana mengupayakan guru PAI menjadi kreatif di dalam mengajarkan materi. Paparan serta kiat-kiat teknis mengenai IQ, EQ dan SQ, sebagaimana dipaparkan di muka, kiranya dapat menjadi alternatif pendekatan dan metode pengajaran yang mampu menyentuh seluruh ranah; kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan kata-lain, ini merupakan sebuah upaya untuk menjadikan Pendidikan Agama Islam menjadi sebuah kesadaran yang utuh, lebih bermakna dalam realitas kehidupan siswa, dan bukan sekedar doktrin yang membelenggu.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      IQ adalah kemampuan atau kecerdasan yang didapat dari hasil pengerjaan soal-soal atau kemampuan untuk memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal akademik seseorang. EQ adalah kemampuan untuk mengelola emosi atau perasaan. SQ adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini.
2.      IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang sebaiknya mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual).
3.      IQ, EQ dan SQ dalam PAI dapat diaplikasikan oleh pengajar atau guru agar menjadi kreatif dalam mengajarkan materi dengan menyinggung ranah konitif, afektif, dan psikomotor.

B.     Saran dan Kritik
Demikian makalah yang kami buat. Apabila ada isi dari makalah yang kurang baik dan benar, pemakalah mohon saran dan kritiknya dari pembaca demi kesempurnan makalah kami. Karena pemakalah adalah manusia biasa yang tak sempurna dan banyak salah.















DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar